Minggu, 17 Februari 2013

Amaterasu di Madura


Api tak kunjung padam

Amaterasu,, mungkin bagi penggemar naruto sudah tak asing lagi mendengar kata tersebut. Amaterasu merupakan api abadi yang tak bisa mati kecuali atas kehendak pemiliknya. Dalam kisah naruto amaterasu ini menjadi jurus pamungkas itachi uciha yang kemudian diturunkan kepada adiknya (sasuke uciha).

Tak Cuma dalam kisah naruto, amaterasu juga bisa kita lihat di dunia nyata. Tepatnya di desa larangan tokol, kec. Tlanakan,  kab. Pamekasan, Madura.  Api yang dijuluki dengan api tak kunjung padam ini sudah ada sejak jaman dahulu, yang kini menjadi salah satu aset wisata terlaris dimadura, khususnya pamekasan.

Sudah banyak para wisatawan local, maupun asing sudah mengagumi kehebatan tuhan yang satu ini, termasuk juga saya sebagai warga pamekasan sendiri.  dengan adanya api alam ini, menandakan bahwa Madura memiliki kekayaan yang terpendam. Bagaimana tidak, dengan adanya api takkunjung padam ini sudah menjadi bukti besar bahwa di bawah bumi Madura, khususnya pamekasan mempunyai gas alam yang mungkin jumlahnya tidak dapat kita hitung.

Konon, diceritakan ada seorang pria yang dikenal dengan sebutan ki moko, ki moko merupakan menantu dari raja singosari, dan pada saat itu kimoko mendapatkan berita kalau mertuanya tersebut akan datang ke rumah kimoko, dikarenakan kimoko tidak mempunyai fasilitas yang cukup(kendaraan, air, penerangan, dan harta) untuk menyambut kedatangan tamu istimewanya tersebut, kimoko mempunyai inisiatif untuk bertapa selama 6 bulan . alhasil kimoko mendapatkan 3 benda sakti, yaitu tokol(palu), tongkat, dan pajung( panyung). Karena tidak tau kegunaan dari ketiga benda tersebut kimoko memutuskan untuk bertapa lagi selama 3 bulan. Alhasil kimokopun mendapatkan petunjuk akan kegunaan ketiga benda tersebut, untuk panyung kimoko lemparkan kebagian timur rumahnya, secara ajaib panyung itu berubah menjadi sumber air yang sampai sekarang dikenal dengan sebutan “somber pajhung (sumber payung)”, dan hebatnya sumber air ini terus mengeluarkan gelembung-gelembung dari pusat sumber airnya, dikarenakan sumber airnya yang banyak somber pajhung  ini di jadikan prioritas utama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat sehari-harinya  baik dari mandi, cuci baju, air minum dsb. namun sayangnya sumber air ini sekarang sudah mulai surut, hal ini mengharuskan masyarakat larangan tokol untuk mencari alternative lain.
Benda kedua ialah tongkat, untuk tongkat kimoko tancapkan didepan rumahnya, secara ajaib tongkat tersebut berubah menjadi bara api yang langsung keluar dari tanah, dan hal tersebut dapat kita nikmati sampai sekarng. Dan benda terakhir adalah tokol(palu), untuk palu kimoko lemparkan kebagian tenggara rumahnya, dan secara ajaib palu tersebut langsung berubah menjadi kuda, secara apontan kimoko berkata “kalau palu bisa jadi kuda, maka lebih mahal palu dari pada kuda”, karena hal inilah daerah tersebut sekarang dinamakan desa larangan tokol(lebih mahal palu).
Dari petapaannya yang terakhir, ki moko juga mendapatkan petunjuk mengenai hartanya, kimoko yang mempunyai kebiasaan memancing setiap hari, dan setiap memancing kimoko menyempatkan untuk mengasah kailnya di tempat dan dibatu yang sama, dan batu yang digunakan kimoko sebagai tempat mengasah kailnya tersebut masih ada sampai sekarang, sehingga tempat tersebut dinamakan “kampong pagengsian” (kampung tempat mengasah), yang jaraknya sekitar 5 km kearah selatan dari tempat api tak kunjung padam. Dan waktu memancing kimoko memiliki kebiasaan unik yaitu, duduk ditempat yang sama setiap harinya, dan jika kimoko mendapatkan ikan, maka kimoko akan mengambil mata kanan sang ikan kemudian ikan tersebut akan dilepaskannya lagi ke laut, dan untuk batu tempat duduk kimoko sampai sekarang juga masih dapat kita lihat, yang mana batu tersebut sekarang suda berada di tengah lautan, tapi masih dapat dilihat dalam jangkauan mata, anehnya batu tersebut terus bergerak tanpa henti(dari dulu sampai sekarang) seperti neraca timbangan dan mengikuti kapasitas air laut(jika air laut naik, ikut naik). Petunjuk yang diapatkan kimoko ialah untuk memeriksa bubung(tempat mata ikan) yang telah terisi banyak mata ikan hasil tangkapan kimoko, secara ajaib yang tadinya mata ikan langsung berubah menjadi belian, oleh karena itu hiasan cincin dimadura dinamakan dengan “shocah(mata)”. Dan setelah kimoko menjemput sang mertua dari kapal menuju rumahnnya, sang mertuapun berkata “dheddih edinnak dhengkanah be’en (jadi disini rumahnya kamu)” dipamekasan sendiri wisata api tak kunjung padam ini lebih familiar dengan sebutan dhengkah(rumah). Demikian cerita dari saya yang saya dengar langsung dari orang tua saya, yang mana suda menjadi cerita turun menurun. ^_^

Gimana sob,, jadi pengenkan melihat dan ngebuktiin sendiri riwayat dari kimoko(hadagi), harga masuknya cukup murah kok, Cuma Rp 500., untuk kendaraan roda 2, dan Rp 2000., untuk kendaraan roda 4, dan bukanya 24 jam loh, dijamindeh ngak bakalan nyesel,, hehe...

0 komentar: